Friday, February 1, 2013

Malaria Dalam Kehamilan


Interaksi antara Malaria dengan  Kehamilan
            Malaria dan kehamilan adalah dua kondisi yang saling mempengaruhi.  Perubahan fisiologis dalam kehamilan kehamilan dan perubahan patologis akibat malaria mempunyai efek sinergis terhadap kondisi masing-masing, sehingga semakin menambah masalah baik bagi ibu hamil, janinnya maupun dokter yang menanganinya.  P. falciparum dapat menyebabkan keadaan yang memburuk dan dramatis untuk ibu hamil.  Primigravida umumnya paling mudah terpengaruh oleh malaria, berupa anemia, demam, hipoglikemia, malaria serebral, edema pulmonar, sepsis puerperalis dan kematian akibat malaria berat dan hemoragis.2    Masalah pada bayi baru lahir adalah berat lahir rendah, prematuritas, pertumbuhan janin terhambat , infeksi malaria dan kematian.2 

Tabel l.  Malaria dalam Kehamilan: Masalah yang berlipat ganda

Lebih sering terjadi
Malaria lebih sering terjadi dalam kehamilan daripada populasi umum.  Penyebabnya kemungkinan karena adanya imunosupresi dan hilangnya acquired immun selama kehamilan
Gejala lebih Atipik
Dalam kehamilan, malaria cenderung menampakkan gejala atipik yang mungkin disebabkan adanya perubahan hormonal, imunologis dan hematologis selama kehamilan.
Lebih Berat
Disebabkan perubahan hormonal dan imunologis koloni parasit cenderung membesar 10 kali lilpat sehingga semua komplikasi P.falciparum lebih sering terjadi selama kehamilan.
Lebih Fatal
P.falciparum malaria dalam kehamilan cenderung lebih berat, dengan tingkat infeksius l3% lebih tinggi daripada saat tidak hamil
Terapi harus selektif
Sejumlah anti malaria merupakan kontra indikasi diberikan saat hamil dan seringkali menimbulkan efek samping yang berat.  Oleh karena itu terapinya sering sulit, terutama infeksi malaria berat yang disebabkan P. falciparum.
Masalah lain
Penanganan komplikasi malaria sering sulit karena pengaruh perubahan fisiologis selama kehamilan.  Harus dilakukan pengawasan ketat terhadap pemberian cairan, kontrol suhu dll.  Keputusan untuk terminasi kehamilan juga sering dipersulit oleh risiko kematian janin, pertumbuhan janin terhambat dan ancaman persalinan prematur.
Sumber: (2)

Patofisiologi
            Patofisiologi malaria dalam kehamilan sangat dipengaruhi oleh perubahan sistem imunologis oleh adanya organ baru yaitu plasenta.  Terjadi penurunan sistem imunitas didapat yang dramatis selama kehamilan, terutama pada nulipara.  (Efek imunitas antimalaria ditransfer kepada janin) 
Terdapat sejumlah hipotesa  yang menjelaskan patofisiologi malaria dalam kehamilan, yaitu:
Hipotesis –l:
            Hilangnya kekebalan antimalaria secara konsisten berhubungan dengan terjadinya imunosupresi selama kehamilan misalnya:  penurunan respon limfoproliferatif,  peningkatan level kortisol serum.  Hal ini dikondisikan untuk mencegah penolakan terhadap janin.  Akan tetapi, kejadian ini tidak menurunkan reaksi imunologis pada ibu multigravida yang pernah menderita malaria.

Hipotesis -2:
            Apakah yang hilang adalah cell mediated immunity saja, atau transfer antibodi mediated immunity secara pasif juga terganggu sehingga ibu hamil mudah terkena malaria?

Hipotesis -3: plasenta adalah organ yang baru bagi seorang primigravida sehingga memungkinan adanya imunitas host yang langsung menerobos atau adanya zat tertentu pada plasenta yang memudahkan P. falciparum untuk memperbanyak diri. 

Peran plasenta, suatu organ baru saat hamil:
            P. falciparum mempunyai kemampuan unik untuk melakukan  cytoadhesion dan adhesion molecules spesifik terhadap CD 36 dan intercellular adhesion molecul-l yang mungkin terlibat dalam proses infeksi malaria yang berat pada anak dan wanita dewasa yang tidak hamil. Chondroitin sulfat A dan asam…… diketahui merupakan molekul perekat untuk membantu melekatnya parasit ke sel. 

Gejala klinik
Selama kehamilan lebih dari setengah kasus malaria bermanifestasi atipik/tidak khas,
Demam           :
Pasien dapat mengeluhkan bermacam-macam pola demam, mulai dari afebris, demam tidak terlalu tinggi yang terus menerus hingga hiperpireksia.  Pada trimester kedua kehamilan gambaran atipik lebih sering terjadi karena proses imunosupresi.

Anemia           :
Di negara berkembang, yang merupakan endemis malaria, anemia merupakan gejala yang sering ditemukan selama kehammilan.  Penyebab utama anemia  adalah malnutrisi dan kecacingan.  Dalam kondisi seperti ini, malaria akan menambah berat anemia.  Malaria bisa bermanifestasi sebagai anemia, sehingga semua kasus anemia harus diperiksa kemungkinan malaria.  Anemia merupakan gambaran klinik yang sering ditemukan pada pasien multigravida dengan imunitas parsial yang hidup di daerah hiperendemis.

Splenomegali  :
Pembesaran limpa bisa terjadi , dan menghilang pada trimester dua kehamilan.  Bahkan splenomegali yang menetap sebelum hamil bisa mengecil selama kehamilan.

Komplikasi:
Komplikasi cenderung lebih sering dan lebih berat selama kehamilan.  Komplikasi yang sering timbul dalam kehamilan adalah edema paru, hipoglikemia dan anemia.  Komplikasi yang lebih jarang adalah kejang, penurunan kesadaran, koma, muntaber dan lain-lain.

Komplikasi malaria dalam kehamilan
Anemia:
            Malaria dapat menyebabkan atau memperburuk anemia.  Hal ini disebabkan:
  1. Hemolisis eritrosit yang diserang parasit
  2. Peningkatan kebutuhan Fe selama hamil
  3. Hemolisis berat dapat menyebabkan defisiensi asam folat.
Anemia yang disebabkan oleh malaria lebih sering dan lebih berat antara usia kehamilan 16-29 minggu.  Adanya defisiensi asam folat sebelumnya dapat memperberat anemia ini.
Anemia meningkatkan kematian perinatal dan morbiditas serta mortalitas maternal.  Kelainan ini meningkatkan risiko edema paru dan perdarahan pasca salin.
Anemia yang signifikan (Hb <7-8gr%) harus ditangani dengan transfusi darah.  Sebaiknya diberikan packed red cells daripada whole blood untuk mengurangi tambahan volume intravaskuler.  Transfusi yang terlalu cepat, khususnya whole blood dapat menyebabkan edema paru.

Edema paru akut
            Edema paru akut adalah komplikasi malaria yang lebih sering terjadi pada wanita hamil daripada wanita tidak hamil.  Keadaan ini bisa ditemukan saat pasien datang atau baru terjadi setelah beberapa hari dalam perawatan.    Kejadiannya lebih sering pada trimester 2 dan 3.
            Edema paru akut bertambah berat karena adanya anemia sebelumnya dan adanya perubahan hemodinamik dalam kehamilan.  Kelainan ini sangat meningkatkan risiko mortalitas.

Hipoglikemia
            Keadaan ini juga anehnya merupakan komplikasi yang cukup sering terjadi dalam kehamilan.  Faktor-faktor yang mendukung terjadinya hipoglikemia adalah  sebagai berikut:
  1. Meningkatnya kebutuhan glukosa karena keadaan hiperkatabolik dan infeksi parasit
  2. Sebagai respon terhadap starvasi/kelaparan
  3. Peningkatkan respon pulau-pulau pankreas terhadap stimulus sekresi (misalnya guinine) menyebabkan terjadinya hiperinsulinemia dan hipoglikemia.
Hipoglikemia pada pasien-pasien malaria tersebut dapat tetap asimtomatik dan dapat luput terdeteksi karena gejala-gejala hipoglikemia juga menyerupai gejala infeksi malaria, yaitu: takikardia, berkeringat, menggigil dll.  Akan tetapi sebagian pasien dapat menunjukkan tingkah laku yang abnormal, kejang, penurunan kesadaran, pingsan dan lain-lain yang hampir menyerupai gejala malaria serebral.  Oleh karena itu semua wanita hamil yang terinfeksi malaria falciparum, khususnya yang mendapat terapi quinine harus dimonitor kadar gula darahnya setiap 4-6 jam sekali.  Hipoglikemia juga bisa rekuren sehingga monitor kadar gula darah harus konstan dilakukan.
            Kadang-kadang hipoglikemia dapat berhubungan dengan  laktat asidosis dan pada keadaan seperti ini risiko mortalitas  akan sangat meningkat.  Hipoglikemia maternal juga dapat menyebabkan gawat janin tanpa ada tanda-tanda yang spesifik.

Imunosupresi
            Imunosupresi dalam kehamilan menyebabkan infeksi malaria yang terjadi menjadi lebih sering dan lebih berat.  Lebih buruk lagi, infeksi malaria sendiri dapat menekan respon imun. 
            Perubahan hormonal selama kehamilan menurunkan sintesis imunoglobulin,
Penurunan fungsi sistem retikuloendotelial adalah penyebab imunosupresi dalam kehamilan.  Hal ini menyebabkan hilangnya imunitas didapat terhadap malaria  sehingga ibu hamil lebih rentan terinfeksi malaria.  Infeksi malaria yang diderita lebih berat dengan parasitemia yang tinggi.  Pasien juga lebih sering mengalami demam paroksismal dan relaps. 
            Infeksi sekunder (Infeksi saluran kencing dan pneumonia) dan pneumonia algid (syok septikemia) juga lebih sering terjadi dalam kehamilan karena imunosupresi ini.

Risiko Terhadap Janin
            Malaria dalam kehamilan adalah masalah bagi janin.  Tingginya demam, insufisiensi plasenta, hipoglikemia, anemia dan komplikasi-komplikasi lain dapat menimbulkan efek buruk terhadap janin.  Baik malaria P. vivax dan P. falciparum dapat menimbulkan masalah bagi janin, akan tetapi jenis infeksi P. falciparum lebih serius.(Dilaporkan insidensinya mortalitasnya  l5,7% vs 33%)   Akibatnya dapat terjadi abortus spontan, persalinan prematur, kematian janin dalam rahim, insufisiensi plasenta, gangguan pertumbuhan janin (kronik/temporer), berat badan lahir rendah dan gawat janin.  Selain itu penyebaran infeksi secara transplasental ke janin dapat menyebabkan malaria kongenital.

Malaria kongenital
            Malaria kongenital sangat jarang terjadi, diperkirakan timbul pada <5% kehamilan.  Barier plasenta dan antibodi Ig G maternal yang menembus plasenta dapat melindungi janin dari keadaan ini.  Akan tetapi pada populasi non imun dapat terjadi malaria kongenital, khususnya pada keadaan epidemi malaria.  Kadar quinine plasma janin dan klorokuin sekitar l/3 dari kadarnya dalam plasma ibu sehingga kadar subterapeutik ini tidak dapat menyembuhkan infeksi pada janin.  Keempat spesies plasmodium dapat menyebabkan malaria kongenital, tetapi yang lebih sering adalah P. malariae.  Neonatus dapat menunjukan adanya demam, iritabilitas, masalah minum, hepatosplenomegali, anemia, ikterus dll.  Diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan apus darah tebal dari darah umbilikus atau tusukan di tumit, kapan saja dalam satu minggu pascanatal.  Diferensial diagnosisnya adalah inkompatibilitas Rh, infeksi CMV, Herpes, Rubella, Toksoplasmosis dan sifilis.

Pregnancy malaria dan intensitas transmisinya
            Manifestasi klinik malaria dalam kehamilan berbeda antara daerah dengan transmisi rendah dengan transmisi tinggi  karena berbedanya tingkat imunitas.  Pada daerah endemik, imunitas yang didapat tinggi sehingga mortalitas jarang terjadi, sering asimtomatik dan juga jarang terjadi parasitemia.  Sekuestrasi plasmodium di plasenta dan terjadi plasenta malaria, sedangkan hasil pemeriksaan plasmodium di darah tepi seringkali negatif.  Parasitemia yang berat terjadi terutama pada trimester 2 dan 3, anemia dan gangguan integritas plasenta meyebabkan berkurangnya hantaran nutrisi ke janin sehingga menyebabkan berat lahir rendah, abortus, kematian janin dalam rahim, persalinan prematur dan semakin meningkatnya morbiditas dan mortalitas pada janin.  Masalah ini lebih sering terjadi pada kehamilan pertama dan kedua karena kadar parasitemia akan menurun pada kehamilan2 berikutnya.  Strategi penanganan malaria pada ibu hamil di area dengan transmisi tinggi adalah terapi intermiten dan pemakaian kelambu berinsektisida.
            Di daerah dengan transmisi rendah, masalahnya sangat berbeda.  Risiko malaria dalam kehamilan lebih tinggi dan dapat menyebabkan kematian maternal serta  abortus spontan pada >60% kasus.  Berat lahir rendah dapat terjadi walaupun telah diterapi; namun malaria yang asimtomatik jarang terjadi.  Strategi penanganannya adalah pencegahan dengan kemoprofilaksis, deteksi dini dan pengobatan yang adekuat.

Penatalaksanaan Malaria dalam Kehamilan
            Ada 3 aspek yang sama pentingnya untuk menangani malaria dalam kehamilan, yaitu:
  1. Pengobatan malaria
  2. Penanganan komplikasi
  3. Penanganan proses persalinan

Terapi Malaria
Terapi malaria dalam kehamilan harus energetik, antisipatif dan seksama(careful)
Energetik: Tidak membuang-buang waktu, lebih baik memperlakukan semua kasus sebagai kasus malaria falciparum, dan memeriksa tingkat keparahan penyakit dengan melihat keadaan umum, pucat, ikterus, tekanan darah, suhu, hemoglobin, hitung parasit, SGPT, bilirubin dan kreatinin serum serta glukosa darah.

Antisipatif: malaria dalam kehamilan dapat tiba-tiba memburuk dan  menunjukkan komplikasi yang dramatik.  Oleh karena itu harus dilakukan monitoring ketat serta me nilai kemungkinan timbulnya komplikasi pada setiap pemeriksaan/visite rutin.

Seksama: Perubahan fisiologis dalam kehamiklan menimbulkan masalah yang khusus dalam penanganan malaria.  Selain itu, sejumlah obat anti malaria merupakan kontraindikasi untuk kehamilan atau dapat menimbulkan efek samping yang berat.  Semua faktor tersebut harus selalu dipertimbangkan saat memberikan terapi pada pasien-pasien malaria dengan kehamilan.
  • Pilih obat yang sesuai dengan tingkat keparahan penyakit  dan pola sensitivitas di daerah tersebut (terapi empiris)
  • Hindari obat yang menjadi kontra indikasi
  • Hindari kelebihan/kekurangan dosis obat
  • Hindari pemberian cairan yang berlebihan/kurang.
  • Pertahankan  asupan kalori yang adekuat.


Antimalaria dalam kehamilan
Semua trimester          : quinine: Artesunate/artemether/arteether
Trimester dua              : mefloquine; pyrimethamine/sulfadoxine
Trimester tiga              : sama dengan trimester 2
Kontraindikasi                        : primaquine; tetracycline; doxycycline; halofantrine

3 comments: